A.
Konsep
capital budgeting
Penganggaran
investasi (capital budgeting) adalah keseluruhan
aktivitas yang berupa perencanaan penggunaan dana dengan tujuan untuk
memperoleh manfaat, atau suatu aktivitas investasi di mana dikeluarkan dana untuk
membentuk aktiva produktif dengan harapan untuk memperoleh manfaat di waktu
yang akan datang. Aktivitas proyek investasi selalu ditujukan untuk mencapai
suatu tujuan selama jangka waktu tertentu
yang panjang. Setiap usul investasi harus mempunyai periode tertentu, yakni
kapan proyek investasi itu dimulai dan kapan proyek investasi itu berakhir.
Usul-usul
investasi tersebut dapat berupa pembelian aktiva tetap penting seperti
bangunan, mesin - mesin dan peralatan atau penanaman dana pada perusahaan lain
dengan jalan membeli saham-sahamnya atau seperangkat aktiva yang dipat
digunakan untuk kelangsungan usaha perusahaan itu. Investasi dalam aktiva tetap
sering meliputi pemilihan yang komplek antara berbagai alternatif aktiva tetap,
saat kapan suatu proyek akan dimulai, dan bagaimana metode pembelanjaannya.
Masalah pemilihan usul-usul investasi beserta metode pembelanjaannya merupakan
dua dari kebanyakan keputusan perusahaan yang sangat penting dan sangat
menentukan bagi kelangsungan usaha perusahaan itu.
Keputusan
penganggaran investasi merupakan suatu proses yang mempunyai dua sisi. Sisi
pertama, seorang financial manager harus mengevaluasi suatu proyek investai
dengan memperhitungkan "hasil yang diharapkan" (expected return) dari
proyek tersebut. Pada umumnya evaluasi tersebut dimulai dengan pengeluaran kas
pada awal dilakukannya proyek dan arus kas selama umur proyek tersebut.
Perhitungan "hasil yang
diharapkan" tersebut misalnya dapat dilakukan dengan metode
"internal rate of return" atau "net present value." Sisi kedua adalah
menentukan "hasil yang dikehendaki" (required
return) dari proyek
tersebut.
Kita
dapat memperhitungkan "hasil
yang dikehendaki," misalnya 16%,
tetapi pertanyaan yang timbul
adalah apakah angka tersebut
merupakan jumlah yang cukup
sehingga proyek tersebut dapat diterima? Untuk menentukan apakah "hasil yang
dikehendaki" tersebut cukup memadai, kita harus mengevaluasi
derajat resiko dari proyek itu dan kemudian harus menghitung "hasil yang
dikehendaki" untuk suatu derajat resiko tertentu.
Dua
metode dapat digunakan. Apabila proyek
investasi baru tersebut mempunyai derajat resiko yang kira-kira sama
dengan aktivitas usaha yang ada sekarang, kita dapat mempergunakan "biaya
penggunaan modal rata-rata"
(average cost of capital). Sebaliknya apabila derajat resiko proyek itu berbeda dengan derajat
resiko dari usaha yang ada sekarang, kita dapat mempergunakan "model
penilaian investasi dalam aktiva" (capital asset pricing model).
Djarwanto.1984.Capital Budgeting.Yogyakarta.BPFE Yogyakarta.
B.
Payback
period
Ciri
dari metode penilaian ini adalah bahwa metode ini menggunakan konsep cash flow
sebagai dasar perhitungannya dan tidak mempertimbangkan pengaruh waktu terhadap
nilai uang.
Dengan
menggunakan metode pack back period sebagai metode penilaian berarti bahwa
proyek yang paling cepat mengembalikan total investasi awal atau investasi
permulaan (initial investment adalah dianggap proyek yang paling baik.
Untuk
menetapkan pay back period yaitu lamanya waktu atau periode yang diperlukan
untuk mengembalikan investasi awal dapat digunakan rumus sebagai berikut :
Payback
period (PBP) = Initial investment________
Annual money Cash inflow
Rumus
tersebut dapat dipergunakan apabila money cash flow adalah sama setiap tahun.
Kalau tidak sama maka dapat ditempuh cara lain. Hal ini akan dapat dijelaskan
pada contoh di bawah ini.
Contoh :
PT.
Wiraswasta berhasrat memilih salah satu antara dua proyek yang tersedia.
Investasi awal dari masing-masing proyek tersebut adalah Rp100,- Perkembangan
money cash flow setiap tahun adalah sebagai berikut :
Proyek/tahun 1 2 3 4 5
A Rp30 30 30 30 30
B Rp30 40 40 20 20
Diminta :
Proyek
manakah yang dipilih apabila digunakan payback period sebagai metode penilaian?
Jawab :
Pay
back period (PBP) dari proyek A dengan mudah dapat ditentukan yaitu sebagai
berikut :
PBP = Rp 100 x 1 tahun
Rp 30
= 3 1/3 tahun
= 3 tahun 4 bulan
Untuk
menghitung payback period dari proyek B rumus di atas tidak dapat digunakan.
Cara yang dapat digunakan untuk mengukur pay back period dari proyek B adalah
sebagai berikut :
Tahun 0 1 2 3 4 5
Rp100 Rp30 Rp40 Rp40 Rp20 Rp20
Selama
dua tahun proyek B telah dapat merealisasikan Rp70,- money cash flow. Untuk
“menutupi” cash out flow atau investasi awal Rp100,- masih diperlukan money
cash flow sebanyak Rp30,- (RP100 – Rp70).
Selama
tahun ketiga proyek B dapat memberikan money cash flow Rp40,- sedangkan yang
diperlukan adalah Rp30,- Dengan demikian lamanya waktu yang diperlukan untuk
menghasilkan money cash flow sebesar Rp30,- adalah
Rp 30,- x 12 bulan = 9 bulan
Rp 40,-
Jadi
pay back period dari proyek B adalah 2 tahun 9 bulan. Apabila digunakan payback
period untuk memilih salah satu dari proyek A atau proyek B maka yang dipilih
adalah proyek B karena dapat mengembalikan investasi awal dengan lebih cepat.
Disamping
beberapa kelemahan metode payback period memiliki beberapa kebaikan diantaranya
adalah sebagai berikut :
a) Metodenya
sederhana
b) Alat
penjaga resiko. Jika proyek dapat menerima kembali seluruh dana yang ditanam
padanya dengan singkat maka itu berarti bahwa resiko mengalami kerugian adalah
rendah karena kemungkinan bagi perusahaan lain untuk mendirikan proyek yang
sama adalah kecil.
c) Alat
penjaga likuiditas
Kelemahan
dari metode ini yang terpenting adalah sebagai berikut :
a) Metodenya
tidak mempertimbangkan nilai uang yang dipengaruhi oleh waktu
b) Metode
ini mengabaikan kenyataan bahwa proyek kemungkinan mempunyai arus cash in flow
yang berlainan setelah masa payback period berakhir
C.
Net
present value
Net present value (NPV) metode
ini adalah merupakan salah satu dari metode discounting yang bias digunakan
untuk mengukur dan menganalisa proyek investasi.
Net present value (NPV) dapat ditentukan
dengan rumus :
Gross
present value (GPV) –initial investment.GPV dapat dicari sebagai berikut :
Dengan menggunakan NPV method
untuk mengukur atau mengevaluasi proyek maka proyek yang diterima adalah proyek
yang dapat memberikan NPV positif.
Contoh
:
Nama
proyek : X
Initial
investment : Rp500,-
Umur
proyek : 5 tahun
Cash
flow tiap tahun : Rp150,-
Cost
of capital : 10%
Diminta
: NPV?
Atau
dapat ditulis sebagai berikut :
Tahun Cash
flow Df Present value
1. 150
x 0,9091 = Rp136,365,-
2. 150
x 0,8264 = Rp123,960,-
3. 150
x 0,7513 = Rp112,695,-
4. 150
x 0,6830 = Rp102,450,-
5. 150 x 0,6209 =
Rp 93,135,-
150
x 0,9091 = Rp568,605,-
Dengan demikian NPV = Rp568,605 –
Rp500 = Rp68,605,-. Berdasarkan hasil tersebut maka proyek X dapat diterima
karena memberikan NPV yang positif.
D.
Internal
rate of return (IRR)
Di samping NPV dan BCR method banyak
juga pimpinan perusahaan yang menggunakan internal rate of return (IRR) sebagai
alat untuk mengukur atau mengevaluasi investasi – investasi yang dilakukan.
IRR method atau biasa juga dinamakan
Trial and Error Method menunjukan tingkat pendapatan yang sebenarnya dari
sebuah proyek. Metode IRR tidak mengurangkan gross present value (GPV) dari
cash flow dari initial investment atau biasa juga dinamakan initial capital
outlay melainkan mencarinya dengan trial and error.
Dengan system trial and error berarti
dicoba berbagai tingkat discounting factor (DF) akan menyamakan gross present
value (GPV) dengan initial investment atau initial capital outlay.
Discounting factors yaitu i yang
akan menyamakan GPV dengan initial investment adalah merupakan IRR dari proyek
bersangkutan. Untuk memudahkan perhitungan IRR sering digunakan metode
interpolasi. IRR dapat dicari sebagai berikut :
Contoh
:
Nama
proyek : Y
Initial
investment : Rp1.000,-
Umur
proyek : 3 tahun
Annual
cash flow : Rp388,-
Diminta
: IRR?
Untuk
menghitung IRR akan digunakan metode interpolasi
Hal
ini akan tampak sebagai berikut :
Tahun
Cash flow Df 5% PV 5% Df 10% PV 19%
1. Rp388,- .9524 Rp 369,50,- .9091 Rp352,70,-
2. Rp388,- .9070 Rp 351,90,- .8264 Rp320,60,-
3. Rp388,- .8638 Rp 335,20,- .7513 Rp291,50,-
Rp1.056,60,- Rp964,80,-
Dari perhitungan di atas dapat
dilihat bahwa dengan df 5% menghasilakn gross present value yang melebihi
intial investment. Seterusnya dengan menggunakan df 10% menghasilakan gross
present value yang lebih kecil dari initial investment (Ao). Dengan demikian
maka jelaslah bahwa investment berada antara 5%-10% atau dengan perkataan lain
IRR lebih besar dari 5% akan tetapi lebih kecil pula dari 10%.
Dengan
menggunakan interpolasi akan kita peroleh sebagai berikut :
GPV
(5%) – Ao = Rp 1.056,60,- - Rp 1.000,- = Rp 56,20,-
GPV
(10%) – Ao = Rp 964,80,- - Rp 1.000,- = Rp
32,20,-
Jumlah mutlak =
Rp 91,80,-
Selisih
discounting factors adalah
10%
- 5% - 5%
IRR
= 5 + 56,60 x 5
92
= 5 + 283
92
= 5 + 3,08
= 8,08%
Apakah
proyek Y diterima atau ditolak?
Untuk menetapkan apakah proyek Y
ditolak atau diterima maka perlu ditetapkan tolak ukur atau standar untuk
membandingkannya. Factor yang dijadikan sebagai tolak ukur biasanya adalah cost
of capital.
Apabila
cost of capital lebih besar dari IRR maka proyek ditolak sedang sebaliknya
apabila cost of capital lebih kecil dari IRR maka proyek diterima. Dalam hal
ini :
Cost
of capital > 8,08% -> proyek ditolak
Cost
of capital < 8,08% -> proyek ditolak
Purba,Parentahen.1987.Capital Budgeting.Jakarta.Bina Alumni
Indonesia
E.
Penerapan
capital budgeting dalam keuangan pendidikan
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Sekolah ini merupakan plafon pendanaan yang dibutuhkan dan harus disediakan
serta direncanakan asal dana tersebut didapatkan. RAPBS inilah yang menjadi
dasar pengelolaan managemen sekolah. Segala hal yang dilakukan oleh sekolah
harus tercantumdi dalam RAPBS tersebut,jika tidak, maka kegiatan tersebut
haruslah diprogramkan di tahun depannya. Untuk itulah, maka setiap sekolah
menyusun RAPBS sebagai acuan kegiatan yang terkait dengan pendanaan.
Sebenarnya, dengan adanya RAPBS ini, sekolah dapat mengeksplorasi kemampuan
dirinya dan menyeimbangkan dengan alokasi dana yang ada.
Kebutuhan pendanaan kegiatan sekolah
dapat direncanakan, diupayakan pengadaannya, dibukukan secara transparan, dan
digunakan untuk membiayai pelaksanaan program sekolah secara efektif dan
efisien. Tujuan manajemen keuangan adalah:
1) Meningkatkan efektivitas dan
efisiensi penggunaan keuangan sekolah
2) Meningkatkan akuntabilitas dan
transparansi keuangan sekolah
3) Meminimalkan penyalahgunaan anggaran
sekolah
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka
dibutuhkan kreativitas kepala sekolah dalam menggali sumber -sumber dana,
menempatkan bendaharawan yang menguasai
dalam pembukuan dan pertanggung- jawaban keuangan serta memanfaatkannya secara benar sesuai peraturan
perundangan yang berlaku (Mulyasa, 2003:50)
http://eprints.stainsalatiga.ac.id/142/1/Tulusmono%20-%20Manajemen%20Kesiswaan%20dan%20Manajemen%20Keuangan.pdf
diakses tanggal 13 September 2014 pukul 19.34