Jumat, 10 Oktober 2014

Kebijakan Perpajakan Dalam Bidang Pendidikan



Kebijakan Perpajakan dalam Bidang Pendidikan

Pengertian Pajak yang diungkapkan oleh para ahli hukum :
  1. Prof. Dr. PJA. Andriani (Pernah menjadi Guru Besar pada Universitas Amsterdam), beliau memberikan definisi mengenai pengertian Pajak sebagai berikut: "Pengertian Pajak adalah iuran pada negara (yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak dapat prestasi kembali, yang langsung bisa ditunjuk dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas pemerintahan".
  2. Pengertian Pajak menurut Prof. Dr. MJH. Smeeths, beliau memberikan definisi mengenai pengertian pajak sebagai berikut : Pengertian Pajak ialah prestasi pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakan tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal individual, yang dimaksud dalam hal ini yaitu membiayai pengeluaran pemerintah.
  3. Dr. Soeparman Soemahamidjaya memberikan definisi dari pengertian pajak sebagai berikut: Pengertian Pajak adalah iuran wajib, berupa barang atau uang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.
  4. Pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro ialah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan), yang langsung bisa ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pembangunan.
Pada tahun 1974, Prof. Dr. Rochmat Soemitro, dalam disertasinya dengan judul "Pajak dan pembangunan" mengoreksi definisinya yang semula dan beliau memberikan definisi sebagai berikut: Pengertian Pajak adalah peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai keperluan umum.
1.      Pajak Menurut Pasal 1 angka 1 UU No.28 th 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan:
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemamakmuran rakyat”.
a.      Kebijakan dalam Bidang Pajak

·         Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009

Sebelum dilakukannya Tax Reform atau Reformasi Pajak, ada beberapa jenis pajak yang ada di Indonesia diantaranya adalah berikut ini :

·         Staatsblad No. 13 Tahun 1908 tentang Ordinasi Rumah Tangga
·         Staatsblad No. 498 Tahun 1921 tentang Aturan Bea Materai
·         Staatsblad No. 291 Tahun 1924 tentang Ordinasi Bea Balik Nama
·         Staatsblad No. 405 Tahun 1932 tentang Ordinasi Pajak Kekayaan
·         Staatsblad No. 718 Tahun 1934 tentang Ordinasi Pajak Kendaraan Bermotor
·         Staatsblad No. 611 Tahun 1934 tentang Ordinasi Pajak Upah
·         Staatsblad No. 17 Tahun 1944 tentang Ordinasi Pajak Pendapatan
·         Staatsblad No. 12 Tahun 1947 tentang Pajak Radio
·         Staatsblad No. 144 Tahun 1947 tentang Pajak Pembangunan 1
·         Dll.
Sejalan dengan tuntuan perubahan zaman dan kebutuhan yang melatarbelakangi, pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai langkah guna mereformasi sistem perpajakan di Indonesia. Reformasi sistem perpajakan meliputi dua aspek yaitu :
1.      Reformasi di bidang kebijakan perpajakan (Tax Policy Reform);
Melalui perubahan UU PPh, perubahan UU PPN dan PPn Bm, perubahan UU PBB, perubahan UU Bea Materai, serta UU Kepabeanan dan UU cukai. Pada intinya Paket Amandemen Undang-Undang Perpajakan ini lebih dititikberatkan pada pemberian rasa keadilan dan kepastian hukum di bidang perpajakan, yang bertujuan untuk mendorong investasi, serta mengoptimalkan penerimaan perpajakan.

2.      Reformasi sistem administrasi perpajakan (Tax Administrative Reform);
Meliputi :
a.       Penyempurnaan peraturan pelaksanaan undang-undang perpajakan;
b.      Pembentukan dan perluasan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) khusus Wajib Pajak (WP) Besar (Large Taxpayer Office, LTO), diantaranya meliputi pembentukan organisasi berdasarkan fungsi, pengembangan sistem administrasi perpajakan yang terintegrasi dengan pendekatan fungsi, dan implementasi dari prinsip-prinsip Good Corporate Governance;
c.       Pembangunan KPP khusus WP menengah, dan KPP khusus WP kecil di Kanwil VI Direktorat Jenderal Pajak;
d.      Pengembangan basis data, pembayaran pajak dan penyampaian SPT secara online;
e.       Perbaikan manajemen pemeriksaan pajak; serta
f.       Peningkatan efektivitas penerapan kode etik di jajaran Direktorat Jenderal Pajak dan Komisi Ombudsman Nasional
(https://www.academia.edu/6765364/REFORMASI_PERPAJAKAN_INDONESIA) diakses pada tanggal 18/09/2014 pada jam 22.50
b.      PPN, PPnBM dan Pajak Penghasilan

                      i.            PPN
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara betingkat di setiap jalur produksi dan distribusi. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sangat dipengaruhi oleh perkembangan transaksi bisnis serta pola konsumsi masyarakat yang merupakan objek dari Pajak Pertambahan Nilai. Perkembangan ekonomi yang sangat dinamis baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional terus menciptakan jenis serta pola transaksi bisnis yang baru. Sebagai contoh, di bidang jasa, banyak timbul transaksi jasa baru atau modifi kasi dari transaksi sebelumnya yang pengenaan Pajak Pertambahan Nilainya belum diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Dalam rangka menjawab perubahan yang sangat cepat tersebut, perlu dilakukan pembaruan dan penyempurnaan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. Pembaruan (reformasi) sistem pajak konsumsi telah dilakukan pada tahun 1983 dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Langkah pembaruan dan penyempurnaan terus dilakukan secara konsisten pada tahun 1994 dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 dan terakhir tahun 2000 dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000.

(http://www.pajak.go.id/sites/default/files/PersandinganUUPPN.pdf) diakses pada tanggal 10/09/2014 jam 22.58

·         Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
a.       Pajak Objektif. Yang dimaksud dengan pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang timbulnya kewajiban pajaknya sangat ditentukan oleh objek pajak. Keadaan subjek pajak tidak menjadi penentu kecuali untuk kasus tertentu.
b.      Dikenakan pada setiap rantai distribusi (Multi Stage Tax). Sepanjang suatu transaksi memenuhi syarat sebagaimana disebutkan dalam angka 2, maka pihak PKP Penjual berkewajiban memungut PPN atas transaksi yang terjadi dan kemudian menyetorkan ke Kas Negara dan melaporkannya.
c.       Menggunakan mekanisme pengkreditan. Sesuai dengan namanya maka pada hakekatnya PPN hanya dikenakan atas nilai tambah yang terjadi atas BKP karena adanya proses pabrikasi maupun distribusi. Oleh karena itu PPN yang terutang dalam suatu Masa Pajak diperhitungkan terlebih dahulu dengan PPN yang telah dibayarkan oleh PKP pada saat pembelian bahan baku dan faktor produksi lainnya, sehingga meskipun PPN dikenakan beberapa kali namun tidak menimbulkan efek pajak berganda.
d.      Merupakan pajak atas konsumsi dalam negeri. Oleh karena itu salah satu syarat dikenakannya PPN atas suatu transaksi adalah bahwa BKP/JKP dikonsumsi di dalam Daerah Pabean. Hal inilah yang mendasari pengenaan PPN dengan tarif0% atas kegiatan ekspor sedangkan untuk kegiatan impor tetap dikenakan PPN 10%.
e.       Merupakan beban konsumen akhir. PPN merupakan pajak tidak langsung sehingga beban pajaknya bisa dialihkan oleh PKP. Pengenaan PPN yang dilakukan beberapa kali tidak menjadi beban PKP karena beban PPN tersebut pada akhirnya akan dialihkan kepada konsumen yang menikmati BKP pada rantai terakhir.
f.       Netral terhadap persaingan. PPN bukan merupakan beban yang menambah harga pokok penjualan karena PPN menganut sistem pengkreditan yang memungkinkan PPN yang dibayarkan pada saat pembelian diperhitungkan dengan PPN yang harus dipungut saat penjualan.
g.      Menganut destination principle. Untuk menentukan suatu transaksi dikenakan PPN atau tidak, terlebih dahulu harus dilihat di negara mana pihak konsumen berada. Apabila konsumen berada di luar negeri maka transaksi tersebut tidak dikenakan PPN karena PPN adalah pajak atas konsumsi dalam negeri.

·         Objek Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas :
a.       Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
b.      Impor Barang Kena Pajak;
c.       Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
d.      Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
e.       Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
f.       Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

·         Barang Kena Pajak yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
a.       Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya;
b.      Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
c.       Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya;
d.      Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.

·         Jasa Kena Pajak yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
a.       Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
b.      Jasa di bidang pelayanan sosial;
c.       Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;
d.      Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;
e.       Jasa di bidang keagamaan;
f.       Jasa di bidang pendidikan;
g.      Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan;
h.      Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;
i.        Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;
j.        Jasa di bidang tenaga kerja;
k.      Jasa di bidang perhotelan;
l.        Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.

                    ii.            PPnBM
PPnBM merupakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

·         Objek Pajak Penjualan atas Barang Mewah
a.       Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 10% (sepuluh persen), adalah :
§  kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, dan pesawat penerima siaran televisi;
§  kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga;
§  kelompok mesin pengatur suhu udara;
§  kelompok alat perekam atau reproduksi gambar, pesawat penerima siaran radio;
§  kelompok alat fotografi, alat sinematografi, dan perlengkapannya.

b.      Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen), adalah:
§  kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, selain yang disebut pada huruf a;
§  kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya;
§  kelompok pesawat penerima siaran televisi dan antena serta reflektor antena, selain yang disebut pada huruf a;
§  kelompok mesin pengatur suhu udara, mesin pencuci piring, mesin pengering, pesawat elektromagnetik dan instrumen musik;
§  kelompok wangi-wangian;

c.       Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 30% (tiga puluh persen), adalah:
§  kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum;
§  kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga selain yang disebut pada huruf a.

d.      Kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 40% (empat puluh persen), adalah :
§  kelompok minuman yang mengandung alkohol;
§  kelompok barang yang terbuat dari kulit atau kulit tiruan;
§  kelompok permadani yang terbuat dari sutra atau wool;
§  kelompok barang kaca dari kristal timbal dari jenis yang digunakan untuk meja, dapur, rias, kantor, dekorasi dalam ruangan atau keperluan semacam itu;
§  kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari logam mulia atau dari logam yang dilapisi logam mulia atau campuran daripadanya;
§  kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, selain yang disebut pada huruf c, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum;
§  kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak;
§  kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara;
§  kelompok jenis alas kaki;
§  kelompok barang-barang perabot rumah tangga dan kantor;
§  kelompok barang-barang yang terbuat dari porselin, tanah lempung cina atau keramik;
§  Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu selain batu jalan atau batu tepi jalan.

e.       Kelompok Barang kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 50% (lima puluh persen), adalah:
§  kelompok permadani yang terbuat dari bulu hewan halus;
§  kelompok pesawat udara selain yang dimaksud pada huruf d, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga;
§  kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga selain yang disebut pada huruf a dan huruf c;
§  kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara.

f.       Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 75% (tujuh puluh lima persen), adalah :

§  kelompok minuman yang mengandung alkohol selain yang disebut pada huruf d;
§  kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu mulia dan/atau mutiara atau campuran daripadanya;
§  kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum.

g.      Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 10% (sepuluh persen), adalah :
§  kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang sampai dengan 15 (lima belas) orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan semua kapasitas isi silinder; dan
§  kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel) dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc.

h.      Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen), adalah :
§  kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api atau dengan nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 2500 cc; dan
§  kendaraan bermotor dengan kabin ganda (Double cabin), dalam bentuk kendaraan bak terbuka atau bak tertutup, dengan penumpang lebih dari 3 (tiga) orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4), dengan semua kapasitas isi silinder, dengan massa total tidak lebih dari 5 (lima) ton.

i.        Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 30% (tiga puluh persen), adalah kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, berupa:
§  kendaraan bermotor sedan atau station wagon dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel) dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc; dan
§  kendaraan bermotor selain sedan atau station wagon dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc.

j.        Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 40% (empat puluh persen), adalah kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, berupa :

§  kendaraan bermotor selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api, dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 2500 cc sampai dengan 3000 cc;
§  kendaraan bermotor dengan motor bakar cetus api, berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 3000 cc; dan
§  kendaraan bermotor dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel), berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 2500 cc.

k.      Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) adalah semua jenis kendaraan khusus yang dibuat untuk golf.

l.        Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 60% (enam puluh persen), adalah:
§  kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder lebih dari 250 cc sampai dengan 500 cc; dan
§  kendaraan khusus yang dibuat untuk perjalanan di atas salju, di pantai, di gunung, dan kendaraan semacam itu.

m.    Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 75% (tujuh puluh lima persen), adalah :
§  kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api, berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 3000 cc;
§  kendaraan bermotor pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel) berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 2500 cc;
§  kendaraan bermotor beroda 2 (dua) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 500 cc;
§  trailer, semi-trailer dari tipe caravan, untuk perumahan atau kemah.

n.      Kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah:
§  kendaraan bermotor yang digunakan untuk kendaraan ambulan, kendaraan jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, dan kendaraan angkutan umum;
§  kendaraan bermotor yang digunakan untuk tujuan protokoler kenegaraan;
§  kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang atau lebih termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan semua kapasitas isi silinder, yang digunakan untuk kendaraan dinas TNI atau POLRI;
§  kendaraan bermotor yang digunakan untuk keperluan patroli TNI atau POLRI.

                  iii.            Tarif Pajak PPN dan PPnBM

a.       Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen).
b.      Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak adalah 0% (nol persen).
c.       Dengan Peraturan Pemerintah, tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi serendah-rendahnya 5% (lima persen) dan setinggi-tingginya 15% (lima belas persen)
d.      Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen).
e.       Atas ekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen).

                  iv.            Dasar Hukum PPN dan PPnBM
a.       Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 yang tetap dinamakan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.
b.      Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000.
c.       Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
d.      Peraturan Pemerintah Nomor 145 Tahun 2000 tentang Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang Dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2006.
e.       Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003.
f.       Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007.
(http://www.tarif.depkeu.go.id/Bidang/?bid=pajak&cat=ppn) diakses pada tanggal 18/09/2014 pada jam 23.44
                    v.            Pajak Penghasilan
Penghasilan perusahaan  yang terkena pajak merupakan hasil pengurangan penghasilan teradap seluruh biaya yang dikeluarkan perusahaan, termasuk penyusutan dan biaya bunga. Biasanya untuk penghasilan perusahaan yang kena pajak akan mengikuti struktur pajak yang telah ditentukan oleh pemerintah. Adapun pajak penghasilan pribadi adalah pajak yang dikenakan kepada individu yang memiliki usaha, baik perusahaan perseorangan, persekutuan, ataupun pemegang saham.
Pengaruh pajak terhadap perusahaan terutama yang berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan dan perolehan laba perusahaan, yaitu terhadap:
1.      Penyusutan
2.      Bunga
3.      Dividen
(Kasmir. 2010. Pengantar Manajemen Keuangan. Jakarta: Kencana) Hal. 60
Lingkungan perpajakan mempunyai pengaruh besar terhadap perusahaan. Pajak penghasilan badan usaha di Indonesia didasarkan suatu struktur bertingkat.
1.      Penghasilan kena pajak suatu badan usaha adalah pendapatan dikurangi semua biaya yang boleh dan diakui oleh UU Perpajakan
2.      Tingkat pajak adalah sebesar presentase tertentu dari penghasilan kena pajak yang harus dibayar dalam bentuk pajak.
3.      Tingkat pajak marjinal adalah tingkat pajak yang dikenakan terhadap tingkat penghasilan pajak tertentu, misalnya tambahan penghasilan di atas jumlah tertentu.
(Miswanto. 1998. Manajemen Keuangan. Depok: Gunadarma) Hal. 7
c.       Tata Cara Perhitungan Pajak Penghasilan
Seperti yang telah kita ketahui, mulai bulan Januari 2013, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) telah berubah. Sekarang untuk Wajib Pajak yang berstatus tidak kawin dan tidak mempunyai tanggungan jumlah PTKP-nya sebesar Rp 24.300.000,00 atau setara dengan Rp 2.025.000,00 per bulan. Dengan adanya perubahan itu, tatacara penghitungan PPh Pasal 21 juga mengalami perubahan. Perubahan itu diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
Dalam aturan baru tersebut, yang berkewajiban melakukan Pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah pemberi kerja, bendahara atau pemegang kas pemerintah, yang membayarkan gaji, upah dan sejenisnya dalam bentuk apapun sepanjang berkaitan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan; dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua; orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar honorarium, komisi atau pembayaran lain dengan kondisi tertentu dan penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi berkenaan dengan suatu kegiatan.
Penghitungan PPh Pasal 21 menurut aturan yang baru tersebut, dibedakan menjadi 6 macam, yaitu : PPh Pasal 21 untuk Pegawai tetap dan penerima pensiun berkala; PPh pasal 21 untuk pegawai  tidak tetap atau tenaga kerja lepas; PPh pasal 21 bagi anggota dewan pengawas atau dewan komisaris yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap, penerima imbalan lain yang bersifat tidak teratur, dan peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai yang menarik dana pensiun.  Di kesempatan ini akan dipaparkan tentang contoh perhitungan PPh pasal 21 untuk Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun Berkala.
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dibedakan menjadi 2 (dua): Penghitungan PPh Pasal 21 masa atau bulanan yang rutin dilakukan setiap bulan dan Penghitungan kembali yang dilakukan setiap masa pajak Desember (atau masa pajak dimana pegawai berhenti bekerja).
Berikut disampaikan contoh sebagai mana tercantum dalam peraturan tersebut.
Budi Karyanto pegawai pada perusahaan PT Candra Kirana, menikah tanpa anak, memperoleh gaji sebulan Rp3.000.000,00. PT Candra Kirana mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari gaji. PT Candra Kirana menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Budi Karyanto membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT Candra Kirana juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT Candra Kirana membayar iuran pensiun untuk Budi Karyanto ke dana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar Rp100.000,00, sedangkan Budi Karyanto membayar iuran pensiun sebesar Rp50.000,00. Pada bulan Juli 2013 Budi Karyanto hanya menerima pembayaran berupa gaji.  Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli 2013 adalah sebagai berikut:
Gaji

3.000.000,00
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja    

15.000,00
Premi Jaminan Kematian

9.000,00
Penghasilan bruto

3.024.000,00
Pengurangan


1. Biaya jabatan


5%x3.024.000,00
151.200,00

2. Iuran Pensiun
50.000,00

3. Iuran Jaminan Hari Tua
60.000,00



261.200,00
Penghasilan neto sebulan

2.762.800,00
Penghasilan neto setahun


12x2.762.800,00

33.153.600,00
PTKP


- untuk WP sendiri
24.300.000,00

- tambahan WP kawin
2.025.000,00



26.325.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun

6.828.600,00
Pembulatan

6.828.000,00
PPh terutang


5%x6.828.000,00
341.400,00

PPh Pasal 21 bulan Juli


341.400,00 : 12

28.452,00

Catatan:
·         Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tidak.
·         Contoh di atas berlaku apabila pegawai yang bersangkutan sudah memiliki NPWP. Dalam hal pegawai yang bersangkutan belum memiliki NPWP, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Juli adalah sebesar: 120% x Rp28.452,00=Rp 34.140,00

Soal dan Jawaban PPH pasal 21
Nama                           : Ria Resti Anggraeni
Status                          :k-2 (menikah anak dua)
Gaji sebulan                :Rp.4.000.000,-
Transport                     :Rp.7.000.000,-
Tunjangan Makan       :Rp.7.000.000,-

Presentase Premi
Premi jaminan kecelakaan       : 0,50%
Premi jaminan kematian          :0,25%
Premi jaminan hari tua            :2 %
Jawab:
·         Gaji                                                                             Rp.4.000.000,-
·         Transport                                                                     Rp.   700.000,-
·         Tunjangan makan                                                        Rp.   700.000,-
                                                                                                -----------------+
                                                                                                Rp.5.400.000,-
Pengurangan
·         Premi jaminan kecelakaan       = Rp.20.000,-
0,50% x 4.000.000
·         Premi jaminan kematian          = Rp.10.000,-
0,25%x4.000.000
·         Premi jaminan hari tua            = Rp.80.000,-
2% x 4.000.000

Penghasilan netto/bulan                                                      = Rp.5.400.000,-
                                                                                               Rp.   110.000,-
                                                                                               ----------------  -
                                                                                               Rp.5.290.000,-

Penghasilan netto/tahun                                                  = Rp.12x5.290.000,-
                                                                                        = Rp.63.480.000,-

WP                                                                                  = Rp.24.300.000,-
                                                                                    -------------------------- -
PKP                                                                                    Rp. 39.180.000,-

PPh
5% x Rp. 39.180.000                                         = Rp.1.950.000,-/tahun
PPH Perbulan                                                   = Rp.1.950.000 : 12
                                                                           = Rp.163.250,-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar